Oleh Masdar Kurnia
Era informasi yang kita jalani saat ini didorong oleh kemajuan teknologi, terutama dalam bidang komunikasi dan internet. Akses informasi menjadi sangat mudah dan cepat melalui platform digital seperti media sosial, situs berita, dan aplikasi perpesanan. Hal ini memiliki dampak positif dalam hal peningkatan pertukaran pengetahuan serta keterhubungan antarmanusia.
Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan baru, yaitu penyebaran informasi yang tidak akurat atau bahkan disengaja menyesatkan, yang dikenal sebagai dezinformasi. Dezinformasi menjadi ancaman serius karena mampu membentuk persepsi publik yang salah, memicu kepanikan, merusak reputasi, dan mengganggu stabilitas sosial dan politik.
Fenomena ini sangat terasa di Indonesia, di mana menurut data dari We Are Social dan Hootsuite (2023), lebih dari 70% populasi Indonesia menggunakan internet, dengan sebagian besar mengakses media sosial setiap hari. Ini menjadikan platform digital sebagai lahan subur bagi penyebaran hoaks dan dezinformasi.
Pentingnya Literasi Digital di Era Dezinformasi
Literasi digital adalah kemampuan yang esensial bagi masyarakat untuk menyaring informasi yang diterima. Tanpa kemampuan ini, publik akan mudah terpengaruh oleh manipulasi informasi yang dapat memengaruhi keputusan pribadi maupun kolektif. Literasi digital meliputi kemampuan untuk berpikir kritis dalam menilai keabsahan dan kredibilitas informasi.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meluncurkan program seperti Siberkreasi, yang bertujuan untuk mendidik publik tentang cara menangkal hoaks.
Namun, upaya ini masih membutuhkan peningkatan terutama untuk masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah atau yang kurang terpapar informasi tentang cara memverifikasi berita. Literasi digital yang kuat diharapkan mampu menjadi benteng pertahanan yang efektif melawan dezinformasi.
Upaya Penguatan Literasi Digital di Indonesia
Penguatan literasi digital di Indonesia memerlukan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Pemerintah melalui Kominfo telah meluncurkan gerakan Siberkreasi, melibatkan komunitas dan lembaga pendidikan dalam menyosialisasikan pentingnya berpikir kritis di era digital. Selain itu, perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook turut berpartisipasi dalam memberikan pelatihan literasi digital dan menyediakan alat verifikasi informasi untuk membantu pengguna mengenali konten tidak akurat.
Di tingkat masyarakat, organisasi seperti komunitas lokal juga mengadakan seminar dan kampanye yang bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan bahaya dezinformasi. Meski demikian, masih terdapat tantangan besar, terutama dalam menjangkau masyarakat di daerah terpencil dengan akses terbatas terhadap pendidikan digital. Oleh karena itu, langkah strategis yang lebih inklusif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk memperkuat literasi digital di seluruh lapisan masyarakat.
Tantangan dalam Melawan Dezinformasi
Meskipun berbagai inisiatif telah dijalankan, tantangan dalam melawan dezinformasi tetap signifikan. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Banyak orang yang mudah terpengaruh oleh informasi palsu, terutama jika informasi tersebut sesuai dengan keyakinan pribadi. Selain itu, ketimpangan akses teknologi dan pendidikan digital di berbagai daerah memperburuk kerentanan sebagian masyarakat terhadap dezinformasi.
Solusi yang dapat diterapkan antara lain adalah memperluas program pendidikan literasi digital yang lebih inklusif. Kerja sama antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat sipil harus diperkuat untuk menciptakan kebijakan yang efektif dalam menangkal hoaks. Penggunaan teknologi seperti algoritma deteksi hoaks dan fitur pelaporan berita palsu juga penting dalam membantu masyarakat mengenali dan melawan dezinformasi.
Peran Mahasiswa dalam Literasi Digital
Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran vital dalam memajukan dan memperkuat literasi digital di masyarakat. Dengan pengetahuan dan akses yang lebih baik terhadap teknologi, mahasiswa dapat menjadi penggerak utama dalam menyebarkan kesadaran akan pentingnya literasi digital, baik di kampus maupun masyarakat luas. Kegiatan seperti diskusi, seminar, dan kampanye anti-hoaks dapat membantu edukasi masyarakat tentang cara memverifikasi informasi.
Mahasiswa juga dapat menghasilkan konten positif dan informatif yang mudah diakses publik sehingga dapat mengimbangi arus informasi yang tidak valid di internet. Keterlibatan mahasiswa dalam literasi digital dapat memberikan dampak signifikan untuk menciptakan generasi yang kritis, cerdas, dan tangguh menghadapi dezinformasi.
Kesimpulan
Sebagai bagian dari generasi muda yang melek teknologi, mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk menjadi garda terdepan dalam memerangi dezinformasi. Dengan terlibat aktif dalam gerakan literasi digital, mahasiswa tidak hanya berkontribusi terhadap pengembangan pengetahuan masyarakat, tetapi juga membantu terciptanya ruang informasi yang lebih sehat dan terpercaya di Indonesia. Saatnya mahasiswa mengambil inisiatif dan menjadi penggerak perubahan untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Referensi
- Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2020). Siberkreasi: Gerakan Literasi Digital Nasional. Jakarta: Kominfo. Tersedia di: https://www.kominfo.go.id
- Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2021). Program Literasi Digital Nasional: Siberkreasi. Jakarta: Kominfo. Tersedia di: https://www.kominfo.go.id
- We Are Social & Hootsuite. (2023). Digital 2023: Indonesia Report. Tersedia di: https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia