inicirebon – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan diselenggarakan pada tanggal 27 November 2024, namun nama-nama calon kepala daerah sudah mulai bermunculan. Tidak terkecuali di Jawa Barat (Jabar), nama Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Kang Dedi Mulyadi digadang akan menjadi salah satu pesaing berat untuk incumbent Ridwan Kamil.
Dedi Mulyadi sendiri tampaknya sangat percaya diri jika sampai ia dicalonkan sebagai calon gubernur.
Mengenai pilgub, Dedi mulyadi memandangnya sebagai sesuatu aspek yang hanya struktural dalam pandangan politik, tangga untuk meraih suatu jabatan gubernur untuk memperoleh SK (surat keputusan).
“Secara kultural saya sudah menjadi gubernur saat ini,” ungkapnya.
Gubernur secara kultural yang dimaksud kang Dedi Mulyadi adalah kedekatan Dedi Mulyadi dengan semua masyarakat.
“Tiap hari sekdes serta kepala desa dari berbagai tempat mengundang kang Dedi mulyadi hanya untuk datang ke selamatan desa kampung. Setiap hari saya selalu keliling menyelesaikan masalah warga lintas kabupaten. Tugas gubernur sekarang seperti ini. 375.000 (perolehan suara di Pileg) karena dari faktor kedekatan emosi yang tidak dimiliki oleh orang lain karena saya ketika diundang pasti datang,” paparnya.
“Problem kesehatan, sekolah, ada yang ditinggalkan suami anaknya 3, tentang mas kawin palsu. Yang terbarunya saya tangani sekarang diambil domba dan sapi belum dibayar,” ceritanya.
Gubernur sendiri baginya adalah legitimasi formal hanya untuk suatu jabatan.
“Tidak menjabat saja setiap harinya ada sekitaran 4 orang yang saya tolong. Tapi kan misalnya komplek prostitusi malam takbiran ngeberesin bangunan yang kumuh di sepanjang jalan saya tidak akan mampu. Tiap orang yang kesulitan saya bisa bantu, tapi kalau ketemu, bila saya gubernur saya bisa menggerakkan uang itu. Jika ada jalan hancur saya akan perbaiki 2 km, ratusan km, atau ribuan km saya bisa perbaiki jika saya memiliki kekuasaan pada anggaran,” jelasnya.
Dirinya juga mengaku, memliki kekuatan basis pedesaan melingkar mulai dari Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Pangandaran, Garut, Ciamis, Tasik, Cianjur Selatan.
Karena itulah sebagai orang desa, ketika menjadi gubernur Dedi ingin meminimalisir suatu ketimpangan antara desa dan kota.
“Spirit saya tentang gubernur yaitu spirit ketimpangan, orang desa hanya mendapat alokasi hanya sekitaran Rp 150 juta per tahun. Itupun komponennya habis oleh honor. Untuk pembangunannya sebesar 30 juta rupiah, sementara di halaman desa terpampang baliho bilboard besar milik pemprov jabar di seluruh desa,” serunya.
Orang desa, lanjut dia, tidak menikmati pembangunan dengan baik. Simbol-simbol pembangunan yang sangat besar hanya ada di kota-kota besar.
“Saya sebagai orang desa merasa terpanggil ini semua harus segera dibenahi, provinsi terintegrasi dengan baik kapan desa akan maju. Desa mengalami percepatan, terjadi karena kesemerawutan pembangunan, pembangunan perumahan di perbukitan, perjalanan Bekasi menuju Bogor makan waktu 3 jam,” jelasnya.